Yessi,
menangkap angin tenggara di antara pinus dan musim semi
rindu itu aku pahat di atas gunung es dan cahayacahaya
memantul dari iglo percikan frozen
kibasan bulubulu grizly memancarkan jutaan warna
siluet basah
aku telah membeku di sana, Yessi
beku bersama rindu yang dulu sering aku gantang tiap petang atau malammalam
bermain bayang
greenland yang melepaskan siang atau malam
rembulan berselimut kabut sutra meliukkan suarasuara gamelan loka nanta
tentu aku tidak sendiri
aku masih bersama rasa
bersama degup kehidupan
bersama biola dalam lantun purbani
kau pernah menangis ketika jeritan dawai itu membelah langitmu
Yessi,
kini semua telah berubah menjadi kristal peradaban
di mana hasrat yang dipetualang waktu
telah aku kebumikan sebelum aku berangkat senja itu
ia adalah artefak yang sesekali bisa kau bubuhkan pada lukalukamu
sebab rimba di mana kau mencari makna penuh onak
tentu Yessi, tembangtembang Gambuh atau Sinom Parijotho
saling tingkap di gemuruh simponi orkestra di pelataran jagad
jangan teteskan airmata ketika kau dengar sayup tembang itu aku lantunkan
sebab lantunmu dan lantun para kelana berpartitur sama
ia bukan gendhing mayawi
ia adalah jemari kehidupan
yang digerakkan Sang Maha Pepasti
Yessi,
jangan katakan aku bersembunyi di gigil dingin
atau kesakitan meramu kerinduan dan cinta sebentaran bermuara badai
maka, sepi hakiki adalah peruntukkan untuk mewujudkan “janji”
aku
Greez
note: grizly = beruang kutub.
Tangerang, 18 Juni 2010
Tinggalkan Balasan